Akhirnya, saya dapat mencoba Canon EOS 70D dan Lensa 24mm Pancake. Sayangnya …
Bagi saya, Canon EOS 70D begitu istimewa. Dia itu mimpi yang jadi nyata. Saya sampai cengar-cengir sendiri saat menerimanya. Tiga tahun lalu, ketika keinginan belajar foto begitu memuncak, 70D meraja dibenak. Tapi apa daya, harganya yang belasan juta membuat saya mundur. Kemudian memutuskan untuk mencari mimpi yang lain: Powershot G7X. Sama-sama ada 7-nya. hehe.
Kadang saya membayangkan, berjalan-jalan menenteng 70D dengan lensa “Pancake” 24mm STM f/2.8. Dengan tambahan lensa 50mm f/1.8 STM yang murah meriah itu. Si Pancake untuk everyday use, si Nifty Fifty untuk Potrait. Foto orang biar bokeh meleleh gitu.
Sayangnya, tempat sewa kamera langganan saya tidak memiliki Si Pancake. Kecewa. Saya sama sekali tidak menginginkan 18-135mm. Lensa itu terlalu besar dan berat.
Saya kemudian berselancar. Memastikan lagi harga Si Pancake. Ternyata sedang ada promo. Pas 2 juta jadinya. Buru-buru saya pasangkan Canon EF-S 24mm f/2.8 STM ke Canon EOS 70D. Lalu mulai jeprat-jepret.
___
Dari sekian banyak lensa EF/ EF-S Canon, mengapa lensa itu yang saya pilih?
Pertama, karena sudut pandangnya. Normal, tapi lebih lebar sedikit. Karena EOS 70D termasuk kamera dengan sensor APS-C, jadi saya akan mendapatkan pandangan 38mm bila disetarakan dengan sensor Full Frame 35mm.
Kedua, nilai aperture-nya yang lumayan besar: F2.8. Dengan bukaan seperti itu, harapannya saya bisa mendapat lebih banyak cahaya, sehingga dapat menolong saat kondisi minim cahaya. Juga bokeh-nya.
Ketiga, bentuknya. Lihatlah! Lensa seukuran tutup kamera. Bodi DSLR boleh besar, tapi tidak jadi panjang dan bertambah berat karena lensa ini!
Keempat, jelas harganya.
Bagaimana dengan rasa dan hasilnya?
___
Sebagai perbandingan, saya pernah menggunakan lensa pancake lainnya, 27mm f/2.8 milik Fuji. Saya pasangkan dengan Kamera yang merusak mimpi Canon EOS 70D: Fujifilm X-T1.
Sementara hasil kesimpulan saya: Pancake-nya Fuji menang. Dari kualitas pengerjaan, hasil renderan, dan ketajaman. Mungkin juga ada pengaruh dari sensor X-Trans-nya Fujifilm yang tidak memiliki Low Pas Filter.
Ya, apapun itu. Tapi harganya 2 kali lipat dari Pancake Canon. 2 juta melawan 4 juta.
Sedangkan untuk rasanya, Pancake Canon menyajikan kecepatan dan kesenyapan yang bisa dibanggakan. Ringan, kecil, cepat, dan senyap. Sesuai dengan yang selama ini saya bayangkan.
___
Canon EOS 70D menemani perjalanan saya pulang pergi ke Sukabumi. Si Mungil Canon G7X saya tinggalkan. Ternyata saya bingung. Mau disimpan di mana kamera sebesar ini? Di tas sudah penuh, lagi pula saya belum punya tas khusus untuknya.
Jadi?
70D menghiasi leher saya selama perjalanan. Keren. Dalam hati.
___
Mengapa 70D? Produk itu sudah discontinue dan resmi digantikan oleh 80D. Jelas karena harga bekasnya. Oh, saya tidak akan membeli 70D baru, karena harganya hanya terpaut 1 jutaan saja dengan pendahulunya. Tapi bekasnya? Saya bisa menemukan dari rentang 6,5-8 juta. Tergantung kondisi.
Tapi, karena proses pencarian itu juga, saya menemukan kenyataan pahit: Canon EOS 70D adalah produk gagal.
Seketika itu hancur hati saya.
Ermmm, nggak sih. Biar ada dramanya aja. Hehe.
Sebagian dari saya tidak percaya. Masa iya? Bagaimana mungkin kamera dengan fitur Revolusioner “Dual Pixel Auto Focus” dibilang produk gagal.
Menurut beberapa penjual kamera second, 70D itu board-nya lemah. Bisa mati total tanpa bisa bisa di service lagi. Harus ganti, padahal board itu langka dan mahal. Mereka harap-harap cemas kalau harus “mengangkat” 70D. Penjual yang saya temui meng-iya-kan-nya, pernah punya 3 unit, tapi semua kena komplain. Rugi jadinya.
Memang tidak semua, rilis terakhir dari Canon memang menyatakan ada error pada nomor seri tertentu.
Sebagian dari saya lega. “Ok, saya coret di dari daftar beli. Kita fokus ke X-T1 atau X-100T atau X-E2”. Kamera Mirrorless dari Fujifilm itu benar-benar menggoyahkan keyakinan saya. Mirrorless adalah jaman now, sedangkan DSLR adalah Dinosaurus. Begitu bukan?
Kemudian saya melangkah lebih jauh: Mencoba X-T1 + 27mm dan X-E2s + 35mm F2. Untuk mengecek apa kata orang, lalu menyimpulkannya sendiri.
Kesimpulannya: Booooiii, X-T1 memang sexy. Tapi kesederhanaan X-E2 begitu memikat hati. Bulat-lah hati dan otak saya untuk meminang X-E2. Bekas saja, lalu saya pasangkan Si Pancake 27mm ataupun 35mm F2.
Tapi, tapi, tapi … Bagaimana mau produksi video dengan kamera itu?
Tapi, tapi, tapi … harga lensa prime-nya mengiris hati.
Di tengah kebimbangan itu, 70D hadir. Unit yang saya terima masih sangat mulus dan bagus. Sama sekali tidak ada gejala-gejala error dan sebagainya. Sayangnya tidak bersama Si Pancake.
___
Setelah empat hari menemani, Canon EOS 70D diminta untuk pulang. Saya harus merelakan. Si Pancake ditinggal sendiri. Sebagai orang tua yang baik, saya tidak boleh menelantarkannya. Saya carikan teman. Ketemu, dialah kakak kandung 70D: Canon EOS 60D.
___
Spesifikasi Lensa Canon EF-S 24mm f/2.8 STM
Baca ini juga ya, Kang
saya juga punya 70 d tapi saya mau beneerin tapi takutnya rusak lagi ,mohon saran kak ,atau ganti aja sama kakak nya 60d ,ngomong ngomong 60d sama 70d bandel mana sihh
60D terkenal bandel. Cuma, asal sabar sama manual fokus-nya aja. Karena auto fokus-nya belum dual pixel kayak 70D.