Mulainya 4 Oktober 2018 yang lalu. Tasnim, anak kedua saya, mencret-mencret. Buang-buang air. Cair. Hijau warnanya. Sehari lebih dari 5 kali. Bahkan, mungkin mencapai 10 kali.
Ia rewel, kepala dan badannya panas, ditambah batuk.
Esoknya kami bawa ke dr. Aulia Tangkari, Sp.A. Dokter langganan yang membuka praktek mandiri di jalan Merdeka, Depok.
Dengan ramah ia menyapa. Kemudian memerhartikan Tasnim. “Wah, ini hampir dehidrasi”, kata Dokter yang juga praktek di Rs HGA dan Hermina Depok ini. Kami kaget. “Lihat kelopak matanya, sudah cekung, ia menambahkan.”
Kami bilang, “oh dia memang matanya belo”, dok. Dr. Tangkari mengernyitkan dahi, lalu membantah, “bukan, coba lihat kelopak matanya, di area ini harusnya banyak cairan”. Ternyata betul juga. Mata belo Tasnim semakin terlihat belo, karena cairan kelopak matanya berkurang.
Lalu ia membuatkan resep. Untuk diare, muntah, batuk, dan demamnya.
Renalyte
Tasnim minunya jago. Minum air putih dan ASI. Makanya saat diberitahu hampir dehidrasi sebenarnya agak syok juga, kok bisa?
Kandungan Renalyte menjadi jawabannya. Ia larutan, semacam Oralit tapi bisa langsung di minum. Dan setelah tutup dibuka, 24 jam kemudian harus habis. Minum sesering mungkin. Bila tidak habis, buang.
Air putih memang sangat diperlukan saat tubuh kekurangan cairan, tapi bila diare, kandungan mineral tubuh juga ikut terbuang. Renalyte, larutan siap pakai, bisa menjadi penolong. Meski begitu, membuat anak meminumnya ternyata jauh dari kata mudah.
Ia menolak, padahal rasanya tidak getir. Ada manis-manisnya. Hanya seteguk, lalu bungkam. Mengeleng-gelengkan kepala. Mengibaskan tangan. Tutup mulut. Luar biasa sekali. Kami berdua memeganginya. Kami gunakan sendok. Harus ada yang masuk, walau sedikit.
Liprolac
Resep lainnya adalah Liprolac. Yang ternyata itu suplemen. Rasanya seperti Yakult. Saya menduga itu untuk memperbaiki pencernaannya. Liprolac beberbentuk bubuk, harus dilarutkan dulu baru diminum. Suplemen Makanan ini juga nasibnya sama dengan Renalyte: Tasnim menolak sekuat tenaga.
Obat lainnya
Tidak ketinggalan, deretan obat yang umum sekali diberikan, Antibiotik dan Obat batuk yang berbentuk puyer. Juga Parasetamol, yang ini tidak diberi, karena Panadol masih ready. Ditambah anti mual. Karena Tasnim setelah diberi makan pasti muntah. Keluar semua. Kasihan sekali.
Belum lagi demam tinggi, yang telah melewati 38,5oC. Mungkin memang ia sedang berjuang melawan virus atau bakteri yang menyerang. Mungkin juga karena gigi gerahamnya yang tumbuh banyak sekali: sekaligus empat!
Duh, betapa merananya ia! Sedang muntaber, tumbuh gigi pula!
Di Rawat
Karena minum obatnya masih sulit, makannya masih terganggu oleh muntah, tidurnya masih sering terjaga, dan ee-nya belum mengeras juga. Malamnya sempat terbesit untuk membawa Tasnim ke Rumah Sakit. Agar cairan bisa masuk ke tubuh mungilnya. Lewat infus. Tapi, membayangkan jarum menusuk kulitnya, kemudian berbaring di kasur rumah sakit, tidak tahan juga.
Karena itu, esoknya kami tetap berusaha menemani dan merawatnya sebaik mungkin. Renalyte kami beli lagi, Liprolac yang habis kami cari gantinya.
Tanda-tanda membaik akhirnya datang. Malam Senin (setelah 3 hari), fesesnya mulai mengeras. Ada yang keluar selain air. Warnanya sudah coklat. Panasnya juga sudah mulai mereda. Alhamdulillah.
Jadi kurus
Bahagia melihat anak sudah bisa tersenyum lagi. Walaupun badannya terlihat sangat kurus. Foto yang dikirimkan Nyonyah ketika mereka jalan-jalan sore tidak tega untuk saya tampilkan di sini.
Catatan
- Saya bukan lagi jualan obat ya Akang-akang sekalian. Sekadar berbagi pengalaman saat merawat anak sakit.
- Obat-obat yang saya sebut di atas bisa dicari penggantinya. Apoteker lebih paham =).
Kmrn di rumah sempet kejadian spt ini. Minum banyak, tp seolah tdk bs menghilangkan haus. Teringat artikel ini, ternyata memang benar sedang dehidrasi. Makasih infonya.
Sami2 🙂