Lupakan dulu Kamera Analog. Dalam 2 pekan terakhir, saya beruntung bisa mencoba 2 kamera canggih: Canon EOS 7D Mark II dan Canon EOS 6D.
Yang satu kamera DSLR APS-C paling canggih yang Canon punya. Yang satu kamera DSLR Full Frame paling ringan. Yang satu berhasil membuat saya pusing. Yang satu langsung membuat saya nyaman. Yang satu harga barunya masih di atas Rp20 juta. Yang satu harga bekasnya dikisaran Rp13 juta.
Namun, dua-duanya sama: sama-sama membuat dompet saya menjerit!
… dan mamah ceria berteriak!
Bodi, Ergonomi
Saya pernah menggunakan Canon EOS 7D mark I. Dulu. Untuk memotret berbagai kegiatan. Dipasangkan dengan lensa EF-S 18-135mm IS. Jadilah mereka pasangan yang super gemuk: besar dan berat.
Tidak begitu dengan Canon EOS 7D Mark II. Bodinya terasa lebih kompak dan ringan. Entah di mana letak pemangkasannya. Kali ini lensa yang dipasang juga tidak berat-berat amat: EF 17-40mm f/4 L. Dengan kombinasi itu, memotret seharian selama 3 hari terasa lebih nyaman.
Selain bobot, kontrol juga semakin mumpuni. Canon EOS 7D Mark II memang dicipta untuk kalangan dewa. Saya yang rakyat jelata bingung dibuatnya. Begitu banyak tombol. Di tambah lagi tuas rahasia yang bisa dijawil-jawil.
Cuma, setelah lama berkenalan, rasanya seperti surga! Canon EOS 7D Mark II memang sesuai dengan tagline-nya: Pegang Kendali!
Oh iya, saya belum bilang ini ya: Bodinya terasa sangat kokoh. Solid bak tank baja!
Semua tentang kecepatan: Auto focus dan High Speed Shooting
Sejak awal, Canon EOS 7D dirancang bukan untuk semua fotografer. Ia dibuat untuk mereka yang sering memotret kegiatan olahraga atau kehidupan satwa di alam lepas. Ia dicipta bagi mereka yang butuh 10 bidikan dalam 1 detik. Saya bukan mereka itu, tapi mendengarkan bunyi shutter 10 fps (frame per second) ditembakkan itu … ! Duh betapa ngilu-nya!
Suaranya seperti orang sedang menjahit. Tapi dengan kecepatan tinggi. Mantap Jiwa!
Maafkan bila saya berlebihan. Ini pengaruh dari Canon EOS 60D yang sehari-hari saya gunakan. Bila dibandingkan dengan si 7D tadi, uuh, cuma dapat separo-nya, kang!
Canon sampai perlu membuat menu auto focus tersendiri. Hal ini untuk mengakomodir berbagai skenario yang mungkin ditangkap oleh 65 titik fokus yang semuanya bertipe silang itu. Dan, jujur saja, saya keder. Hehe …
Sensor, Prosesor
Apa yang bisa diceritakan dari dua hal ini? Canon EOS 7D Mark II menggunakan Sensor APS-C 20.2MP dengan prosesor gambar Digic 6 ganda. Dual Pixel Auto Focus kebanggaan Canon juga disematkan. Bahasa mudahnya: kualitas gambar semakin baik dan fokus layar (LiveView) kian cepat.
Saya sempat kaget juga melihat hasil jepretan kondisi minim cahayanya. Ada peningkatan signifikan dari 7D generasi pertama di tingkat ISO tinggi.
Namun, yang paling saya suka: Warnanya. Sensor baru ini lebih mendalam, lebih kontras, dan bersih. Profil gambar standar-nya benar-benar menyenangkan mata saya. Alami, sekaligus punchy. Dan mudah dikendalikan oleh software post proses yang biasa saya gunakan.
Kelebihan, Kekurangan, Kesimpulan
Sebagai mantan pengguna Canon EOS 60D, kelebihan 7D Mark II lainnya adalah ViewFinder, atau jendela bidiknya. Luas, terang, dengan cakupan 100%. Jadi, apa yang saya lihat pada kekeran, itulah yang terproses. Â LCD di atas juga lebih luas dan informatif. Dengan kemampuan mengganti parameter menggunakan dua kenop sekaligus. Tombol shutter, yang terasa lebih empuk serta responsif. Jika menahan setengah klik, tidak ada klik yang terasa. Hanya membal. Mengikuti gaya shutter DSLR Full Frame.
Untuk kekurangannya sendiri? Dari segi produk saya tidak menemukannya. Beberapa reviewer membandingkan dengan jagoan APS-C dari Nikon—D500, yang keluar setelahnya. Katanya fokusnya kalah akurat. Saya cuma bisa bilang, nggak tau. Hehe, karena belum pernah coba si Nikon. Dan lawannya D500 harusnya generasi ke-3 dari si 7D, deh. Kelemahan EOS 7D mark II, mungkin pada layarnya yang fix, tidak bisa diputar menjadi kekurangan? Atau tanpa teknologi layar sentuh? Biasanya milenial yang berisik. Saya sih tidak ada masalah dengan itu.
Jadi, kesimpulannya …
Canon EOS 7D Mark II tetap menjadi langit. Ia mimpi. Yang bila saya terbangun, lalu mengejarnya, dengan mudah saya akan mengejar yang lain.
Di langit yang sama, ada Canon EOS 80D dengan sensor baru 24MP yang kini menjadi standar kamera ILC (Inter Lens Changable) Canon. Ada juga Canon EOS 6D yang saya lebih familiar denganya, sekaligus memiliki sensor lebih besar: Full Frame 35mm.
Oh, jangan salah, Canon EOS 7D mark II tetap DSLR dengan sensor APS-C terbaik dari Canon. Mungkin pada tahun 2019 kita segera mengetahui penerusnya. Selama itu, ia tetap yang paling canggih. Yang terhebat. Meski, ia dicipta bukan untuk saya.
Hasil Jepretan
Yang lawas dulu … Canon EOS 7D ISO 6400
Sekarang penerusnya …
Sekian dulu akang-akang sekalian, untuk spesifikasi lebih lengkap silahkan meluncur ke web Canon langsung ya. Dan untuk review yang sifatnya menyeluruh, teknis dan mendalam, silahkan cari di tempat lain.
Hehe, saya bukan pakar fotografi, baru sekadar hobi saja kang 🙂
salam,
diki septerian