Canon EOS M3 ini saya beli bekas. Lengkap dengan box dan Lensa Kit 18-55mm f/3.5-5.6 IS STM. Yang mengejutkan adalah: kondisinya!
Mulus sekali, seperti baru. Yang jual bilang ini kamera bekas demo. Bekas dipakai artis, kalau kondisi kayak begini paling cuma dipakai sekali, terus disimpan lagi.
Resmi pula!
Saya tidak berencana menjadikannya kamera utama. Sudah ada EOS M6 yang siap. Cuma, kamera mirrorless yang dirilis Canon tahun 2015 ini ternyata masih populer. Harga bekasnya saja masih direntang Rp 4-6 jutaan.
Alasannya: Bandel. Ini kamera jarang rusak. Awet dan para penjual kamera bekas masih menerima dengan tangan terbuka.
Kemudian bisa video FHD dengan auto fokus yang relatif cepat. Ditambah LCD yang dapat di putar penuh ke atas dan lubang mikrofon, jadilah kamera ini sempurna untuk para YouTuber pemula seperti saya.
Dan LCD itu bisa disentuh. Touchscreen. Yang menjadi keharusan bagi generasi kekinian. Di tambah lagi untuk sharing foto/ video bisa instan. Lewat udara. Tanpa kabel.
Awalnya saya ragu untuk membelinya, karena dia punya kekurangan yang mungkin ketinggalan jaman:
Pertama, Auto fokus yang sebatas Hybrid CMOS AF III. Saya terbiasa dengan kecepatan Dual Pixel AF pada Canon EOS M6, nah si hybrid AF III ini setingkat di bawahnya. Setelah saya coba, ternyata nggak jelek-jelek amat. Auto fokusnya tidak sampai membuat saya bosan menunggu.
Kedua, kekeran. Atau Elektronik View Finder. Canon EOS M3 tidak punya itu. Masalah ini sudah selesai sebenarnya setelah ada pembaruan firmware 1.2.0. Dengan firmware terbaru itu Canon EOS M3 sudah bisa dipasangkan dengan kekeran Canon EVF DC2. Walau harus ditebus dengan harga yang lumayan bikin kantong tipis.
Ketiga, mount lensa EF-M. Lensa kamera mirrorless Canon itu berbeda dengan kamera DSLR-nya. Jadi lensa kecil nan tajam saya tidak bisa langsung digunakan. Harus menggunakan adapter lagi. Adapter Canon asli harganya bikin gigit jari. Sedangkan adapter dari brand lain yang bisa auto fokus lumayan. Masalahnya, saya sedang menimbang-nimbang, apakah benar akan menggunakan kamera mirrorless ini hingga tahun-tahun berikutnya.
Kan sayang kalau beli adapter, terus kameranya nggak dipakai?
Lalu bagaimana dengan hasil fotonya?
Dengan resolusi 24 MP kamera ini mampu menghasilkan foto yang krispi. Warnanya enak dilihat, meski entah natural atau tidak. Dynamic range-nya memang bukan juara, tapi cukup untuk foto keseharian. Sedangkan tajam atau tidaknya tergantung dari lensa.
Dan ternyata lensa kit ef-m 18-55mm lumayan juga. Secara build quality, speed dan rendering gambarnya. Saya yang awalnya ragu, akhirnya memutuskan untuk menyimpan lensa ini. Saya lebih rela melepas lensa kit terbaru, si kecil mungil 15-45mm.
Seperti niat awal, saya tidak akan menggunakan kamera mirrorless ini. Sudah ada si M6. Bukan karena EOS M3 ini jelek dan tidak memenuhi ekspektasi. Tapi lebih karena EOS M6 adalah pemberian, sedang EOS M3 ini memang sengaja dibeli untuk di review lalu dijual kembali.
Canon EOS M3 melebihi dugaan saya. Dia kecil, mampu dan mudah digunakan. Cocok buat pemula dan juga mereka yang mau serius belajar fotografi. Dan saya selalu mengikuti saran ini: “Fokus ke lensa, bodi kamera tidak perlu mahal-mahal amat.”
Dan itu betul, hasil foto akan lebih terlihat bedanya dengan lensa yang lebih baik.
Lalu satu lagi, percaya ini: setelah akang beli kamera, akang akan butuh banyak aksesoris. Seminimal-minimalnya SD Card dan baterai tambahan. Belum tasnya, belum cleaning kit-nya, belum tripod, microphone, dan lighting kalau akang berniat untuk foto studio atau bikin video. Gimbal? Ah kan nggak habis-habis kalau ditulis satu persatu.
Mending saya sudahi saja kang. Silakan meluncur ke YouTube untuk melihat video review saya tentang kamera mirrorless murah yang masih bisa layak dibeli di tahun 2019 ini.
Buat yang mau beli, silakan meluncur ke
Segera saja kang, mumpung masih (kalau) ada.
Terima kasih dan salam,
diki septerian